Selasa, 31 Januari 2012




 Sejarah Ulos Dan Kegunaannya

Ulos Batak”, dikenal sebagai Jati diri orang Batak sesuai Budaya dan Adatnya.
Jenis Ulos Batak dan Fungsinya.
Orang Batak sudah dikenal sebagai “Bangso”, kenapa..?
Dahulu sudah memiliki Kerajaan sendiri, Mardebata Mulajadi Nabolon (“pencipta yang maha besar”), memiliki Surat Aksara Batak, dan sudah pernah memiliki Uang tukar yakni Ringgit Batak (“Ringgit Sitio Suara”), uning-uningan namarragam (“musik”), memiliki Budaya Adat, dan mempunyai Hukum.
Namun sekarang ini sudah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahkan orang Batak Toba sudah banyak yang tidak mengetahui bahasa daerahnya sendiri, melihat perkembangan teknologi sekarang ini, tor-tor Batak sudah banyak yang tidak mengetahuinya, bahkan dewasa ini Ulos Batak tidak dikenal jenis-jenis dan Fungsinya.
2 Musa 19 ayat 10:
Dung i didok Jahowa ma tusi Musa laho maho tumopot bangso i jala urasi nasida sadarion dohot marsogot asa ditatap nasida Ulos na.
Dengan dasar ini Bersama Toba dot Com, mensosialisasikan Jenis dan Fungsi Ulos Batak:
I.Ulos Antak-Antak, dipakai selendang orang tua melayat orang meninggal, dan dipakai sebagai kain dililit/ hohop hohop waktu acara manortor.
II.Ulos Bintang Maratur, Ulos ini merupakan Ulos yang paling banyak kegunaannya didalam acara-acara yakni: Diberikan kepada anak yang memasuki rumah baru oleh orang tua, kalau diadat Toba Ulos ini diberikan waktu selamatan Hamil 7 Bulan oleh orang tua, tetapi lain halnya kalau di Tarutung Ulos ini yang diberikan waktu acara suka cita (“gembira”), Ulos ini juga diberikan kepada Pahompu yang baru lahir, parompa walaupun kebanyakan kasih mangiring apalagi yang maksudnya agar anak yang baru lahir diiringi anak selanjutnya, kemudian ulos ini dipakai untuk pahompu yang dibabtis dan juga dipakai untuk sebagai selendang.
III.Ulos Bolean, Ulos ini dipakai sebagai selendang pada acara-acara kedukaan.
IV.Ulos Mangiring, Ulos ini dipakai selendang, Tali-tali, juga Ulos ini diberikan kepada anak cucu yang baru lahir terutama anak pertama yang dimaksud sebagai Simbol keinginan agar sianak diiringi anak yang seterusnya, bahkan Ulos ini dapat dipakai sebagai Parompa.
V.Ulos Padang Ursa, dipakai sebagai Tali-tali dan Selendang.
VI..Ulos Pinan Lobu-Lobu, dipakai sebagai Selendang.
VII. Ulos Pinuncaan, Ulos ini sebenarnya terdiri dari lima bagian yang ditenun secara terpisah yang kemudian disatukan dengan rapi hingga menjadi bentuk satu Ulos yang kegunaannya antara lain:
Ulos ini dapat dipakai berbagai keperluan acara-acara duka cita atau suka cita, dalam acara adat ulos ini dipakai/ disandang oleh Raja-Raja Adat maupun oleh Rakyat Biasa selama memenuhi pedoman misalnya, pada pesta perkawinan atau upacara adat suhut sihabolonon/ Hasuhutonlah (“tuan rumah”) yang memakai ulos ini, kemudian pada waktu pesta besar dalam acara marpaniaran, ulos ini juga dipakai/ dililit sebagai kain/ hohop-hohop oleh keluarga hasuhuton, dan Ulos ini sebagai Ulos Passamot pada acara Perkawinan.
VIII,Ulos Ragi Hotang, Ulos ini biasa diberi kepada sepasang pengantin yang disebut sebagai Ulos Hela.
IX.Ragi Huting, Ulos ini sekarang sudah Jarang dipakai, konon jaman orang tua dulu sebelum merdeka, anak-anak perempuan pakai Ulos Ragi Huting ini sebagai pakaian sehari-hari dililit didada (Hoba-hoba), dan kemudian dipakai orang tua sebagai selendang apabila bepergian.
X.Ulos Sibolang Rasta Pamontari, Ulos ini kalau jaman dulu dipakai untuk keperluan duka dan suka cita, tetapi pada jaman sekarang ini sibolang bisa dikatakan symbol duka cita, dipakai juga sebagai Ulos Saput (yang meninggal orang dewasa yang belum punya cucu), dan dipakai sebagai Ulos Tujung (Janda/Duda yang belum punya cucu), dan kemudian pada peristiwa duka cita Ulos ini paling banyak dipergunakan oleh keluarga dekat.
XI.Ulos Sibunga Umbasang dan Ulos Simpar, dipakai sebagai Selendang.
XII.Ulos Sitolu Tuho, Ulos ini dipakai sebagai ikat kepala atau selendang wanita,
XIII.Ulos Suri-suri Ganjang, dipakai sebagai Hande-hande pada waktu margondang, dan dipergunakan sebagai oleh pihak Hula-hula untuk manggabe i borunya karena itu disebut juga Ulos gabe-gabe.
XIV.Ulos Ragi Harangan, pemakaiannya sama dengan Ragi Pakko.
XV. Ulos Simarinjam sisi, dipakai sebagai kain, dan juga dilengkapi dengan Ulos Pinuncaan disandang dengan perlengkapan adat Batak sebagai Panjoloani yang memakai ini satu orang paling depan.
XVI. Ulos Ragi Pakko, dipakai sebagai selimut pada jaman dahulu dan pengantar wanita yang dari keluarga kaya bawa dua ragi untuk selimut yang dipergunakan sehari-hari, dan itu jugalah apabila nanti setelah tua meninggal akan disaput pakai Ragi ditambah Ulos lainnya yang disebit Ragi Pakko lantaran memang warnanya hitam seperti Pakko.
XVII.Ulos Tumtuman, dipakai sebagai tali-tali yang bermotif dan dipakai anak yang pertama dari hasuhutan.
XVIII Ulos Tutur-Tutur, dipakai sebagai tali-tali dan sebagai Hande-hande yang sering diberikan oleh orang tua sebagai Parompa kepada cucunya.
Maka dari jenis dan fungsi Ulos ini, disebut pengenalan jati diri orang batak sesuai Budaya dan Adatnya, dan orang Batak dikenal dari Ulos yang disandangnya, sian Tortornya bahkan dari Tungkot na.

ULOS IN STYLIST



APA jadinya kalau tokoh film anak-anak Willy Wonka memakai busana dari bahan kain ulos batik? Bukan hal yang aneh, tetapi itulah fesyen yang perwujudan kreasinya tanpa batas.

Kreativitas itu pula yang ditunjukkan oleh para peserta babak penyisihan Indonesia Dream Festival (IDeFest) 2011 kategori Fashion Stylist. Tidak cuma Willy Wonka memakai celana pendek dan baju dari kain ulos, gladiator pun tak mau ketinggalan mengenakan jubah batik. Ada pula Cleopatra yang memakai gaun berbahan brokat.

Diikuti 18 tim peserta muda dari berbagai daerah di Indonesia, IDeFest kelima menggali inspirasi yang datang dari tokoh-tokoh film Hollywood dengan usungan tema “Narsis Nasionalis”. Para peserta ditantang untuk membuat produk fesyen yang terinspirasi dari tokoh Hollywood idola mereka, tapi dengan sentuhan bahan-bahan lokal.

"Kami ingin mereka berani menampilkan produk Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi, misalnya mereka membayangkan tokoh Hollywood idola pakai produk Indonesia," kata Wirya Kartasasmita selaku Ketua Bidang Acara IDEFest 2011 kepada okezone di Yayasan Pandita Sabha Buddha Dharma Indonesia (YPSBDI), Jakarta, Senin (26/12/2011).

Kompetisi akhirnya menyisakan enam tim, yang akan menjalani babak final di Megamendung, Bogor, 29 Desember 2011.

Secara keseluruhan, tim juri yang diwakili desainer Ichwan Thoha mengatakan, karya fesyen yang ditampilkan dalam IDeFest tahun ini jauh lebih ekspresif. Penilaian ekspresif tidak hanya dari segi desain, juga make up dan cara membawakan kreasi.

Beberapa catatan Ichwan, fesyen yang memadukan produk lokal Indonesia semacam ini sepatutnya digarap lebih serius. Kreatornya juga dituntut untuk memiliki imajinasi yang kuat alias tidak standar.

“Para perancang muda diharapkan lebih berani dalam membuat potongan pakaian dan mengeksplorasi warna kain khas Indonesia,” tutupnya.
 ULOS BATAK TERANCAM PUNAH

Ulos Batak terancam punah di Sumut karena regenerasi penenun dan keahlian menetapkan corak (bahasa bataknya gatip) berjalan sangat lambat.
“Jumlah penenun yang sebagian besar sudah tua semakin sedikit, sementara regenerasi penenun berjalan lambat karena kurangnya minat di kalangan remaja.Kondisi itu dikhawatirkan mengancam punahnya Ulos Batak yang motifnya masing-masing memiliki arti tersendiri,” kata staf di Dewan Kerajinan Daerah (Dekranasda) Sumut, Delima Pangaribuan, di Medan, Sabtu.
Jumlah penenun dan pembuat motif di Sumut, kata dia, dewasa ini bisa dihitung jari dan itu sangat memprihatinkan,
Melihat kondisi itu, jelas dia, Pemerintah Provinsi Sumut sejak beberapa tahun terakhir ini terus meningkatkan sosialisasi perlunya mempertahankan dan mengembangan tenunan ulos.
“Dekranasda Sumut bahkan mengajak atau merekrut pemuda/pemudi dari daerah untuk diajari menenun dan belajar membuat motif ulos yang sarat dengan makna itu,” katanya.
Warga Sumut khususnya penenun ulos seharusnya merasa bangga, karena sebutan ulos yang selama ini hanya dikenal di “Tanah Batak” kini menjadi sebutan secara umum bagi tenunan di daerah lain.
Bukan hanya diajak belajar bertenun atau membuat motif, tapi remaja Sumut dari berbagai kota/kabupaten diajari untuk belajar pencelupan benang mengingat ulos itu sarat dengan berbagai warna.
Seorang penenun dari Samosir, Sorliwati Sijabat (43) mengakui semakin sedikitnya jumlah penenun termasuk di daerahnya.
“Banyak yang tidak berminat dan kalau-pun ada yang sudah bisa bertenun tapi tidak mau menekuninya dengan alasan pekerjaan itu membosankan dan memilih bekerja di pabrik,” katanya.
Dia mengakui, untuk membuat satu ulos, paling cepat dikerjakan dalam waktu tiga minggu.
“Memang membosankan karena harus duduk lama, tapi kalau dihayati ya enak juga,” kata Sorliwati.
Sorliwati yang hanya lulusan SD itu mengaku belajar menenun ulos  tersebut dari orangtuanya. “Kalau ada pesanan, pendapatannya lumayan juga, bisa dapat Rp800 ribu dari satu ulos yang benar-benar bermutu baik,” katanya.