ULOS BATAK TERANCAM PUNAH
Ulos Batak terancam punah di Sumut karena regenerasi penenun dan
keahlian menetapkan corak (bahasa bataknya gatip) berjalan sangat
lambat.
“Jumlah penenun yang sebagian besar sudah tua semakin sedikit,
sementara regenerasi penenun berjalan lambat karena kurangnya minat di
kalangan remaja.Kondisi itu dikhawatirkan mengancam punahnya Ulos Batak
yang motifnya masing-masing memiliki arti tersendiri,” kata staf di
Dewan Kerajinan Daerah (Dekranasda) Sumut, Delima Pangaribuan, di Medan,
Sabtu.
Jumlah penenun dan pembuat motif di Sumut, kata dia, dewasa ini bisa dihitung jari dan itu sangat memprihatinkan,
Melihat kondisi itu, jelas dia, Pemerintah Provinsi Sumut sejak beberapa tahun terakhir ini terus meningkatkan sosialisasi perlunya mempertahankan dan mengembangan tenunan ulos.
Melihat kondisi itu, jelas dia, Pemerintah Provinsi Sumut sejak beberapa tahun terakhir ini terus meningkatkan sosialisasi perlunya mempertahankan dan mengembangan tenunan ulos.
“Dekranasda Sumut bahkan mengajak atau merekrut pemuda/pemudi dari
daerah untuk diajari menenun dan belajar membuat motif ulos yang sarat
dengan makna itu,” katanya.
Warga Sumut khususnya penenun ulos seharusnya merasa bangga, karena
sebutan ulos yang selama ini hanya dikenal di “Tanah Batak” kini menjadi
sebutan secara umum bagi tenunan di daerah lain.
Bukan hanya diajak belajar bertenun atau membuat motif, tapi remaja
Sumut dari berbagai kota/kabupaten diajari untuk belajar pencelupan
benang mengingat ulos itu sarat dengan berbagai warna.
Seorang penenun dari Samosir, Sorliwati Sijabat (43) mengakui semakin sedikitnya jumlah penenun termasuk di daerahnya.
“Banyak yang tidak berminat dan kalau-pun ada yang sudah bisa
bertenun tapi tidak mau menekuninya dengan alasan pekerjaan itu
membosankan dan memilih bekerja di pabrik,” katanya.
Dia mengakui, untuk membuat satu ulos, paling cepat dikerjakan dalam waktu tiga minggu.
“Memang membosankan karena harus duduk lama, tapi kalau dihayati ya enak juga,” kata Sorliwati.
Sorliwati yang hanya lulusan SD itu mengaku belajar menenun ulos
tersebut dari orangtuanya. “Kalau ada pesanan, pendapatannya lumayan
juga, bisa dapat Rp800 ribu dari satu ulos yang benar-benar bermutu
baik,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar